Minggu, 21 September 2014

My Story: Sabar Itu Berbatas 'kah?

Tiga tahun yang lalu, aku tak pernah terpikir bahwa hadiah itu akan diberikan oleh orang tuaku. Semua orang tahu bahwa sekarang ini jaman canggih. Kebutuhan tentang barang elektronik dan juga kemudahan akses sangat diburu. Laptop, gadget, merupakan barang pertama kebutuhan mahasiswa atau pengusaha untuk kebutuhan aktivitasnya. Termasuk aku. Orang tuaku, mereka juga tahu.
Laptop berlayar 11.6 inch kira-kira, merek Toshiba, seri t115d, dengan prosesor AMD. Hadiah orangtuaku supaya mempermudah aktivitasku. Aku menerima dengan bahagia.  Hari-hari ke depannya berjalan baik, aktivitas yang kujalani alhamdulillah semakin mudah.
Satu tahun yang lalu, laptop itu mati sendiri, layarnya tak terlihat. Aku datang ke tempat service Toshiba yang kurasa dapat dipercaya, di salah satu Plaza di Malang. Aku menuju tempat service di lantai 1, e**t**h. Aku masuk ke plaza tersebut, dan tempat itu berada di sebelah kanan pintu masuk. Alhamdulillah laptopku bisa dibenahi dengan mengganti Mother board- nya, katanya. Aku pun sepakat karena tidak tahu tentang laptop.
Dan 6 bulan setelah itu, laptopku mengalami masalah yang sama. Aku pun kembali ke tempat yang sama. Beberapa minggu setelah di service , alhamdulillah laptopnya bisa digunakan. Namun, belum genap 1 minggu, sudah mati lagi. Akhirnya, aku kembalikan lagi ke tempat itu. Katanya, paling tidak 3 bulan sudah selesai. Setelah 3 bulan, aku pun dihubungi dan diberi kabar bahwa laptopku masih belum selesai. Singkatnya, 6 bulan kemudian pun masih belum selesai. Aku rajin menghubungi petugas yang bertanggung jawab atas laptopku untuk menanyakan kapan dan bagaimana kabar laptopku itu. Karena disibukkan dengan aktivitas di luar kota, aku hampir lupa dengan masalah laptopku. Dan setelah 11 bulan lamanya, aku diberi kabar bahwa teknisi sudah angkat tangan terhadap kondisi laptopku. Mendengar hal itu, rasanya sudah gak karuan, sudah menunggu lama, akhirnya tidak bisa juga.
Aku marah dalam hati, ingin rasanya meminta penjelasan dan kronologi teknisnya secara detail, tapi kurasa berlebihan walau sebenarnya itu bisa menjadi hakku sebagai konsumen. Katanya sih ada masalah dengan spare part dan harus menunggu lama karena spare parts seri AMD ini sudah jarang.
Aku terus menanyakan kondisi terakhir laptopku, dan petugas mengatakan kemungkinan ada masalah dengan Mother board - nya dan kalau mau indent pasti akan lama lagi. Apalagi? Katanya sparepart sekarang Mother board? Jadi teknisi salah memperbaiki? Gimana sih?

Sampai sekarang aku masih kecewa berat, sangat kecewa. Kenapa masalahnya jadi beda? Teknisinya gak profesional 'kah? Aku mencoba menahan semua kekecewaan, amarah, benci, menggantinya dengan prasangka baik. Mungkin mereka sebenarnya memang sudah bekerja keras, mungkin mereka memang sedang banyak orderan jadi laptopku baru 1 tahun bisa dilihat hasilnya walau berakhir nihil. Atau mungkin mereka bosan karena laptopku bermasalah dan sulit diperbaiki? Gak mungkin rasanya.  Mereka adalah tempat legal untuk service dan aku percaya,  tapi kenapa setelah selama ini? Dan kenapa masalahnya beda2? Aku tak ingin menghakimi tapi sulit untuk percaya lagi. Sampai sekarang juga laptopku masih di tempat itu, menunggu ganti rugi dari Teknisinya.
Penjaga tokonya mengatakan laptopku sudah dirakit, hanya ganti ruginya belum dikirimkan ke toko. Jadi kenapa lagi? Apa tokonya tidak mau menutupi kekurangannya dulu dengan uang toko sehingga aku bisa lebih cepat mendapatkan laptop dan uang ganti ruginya? Jadi aku tidak akan menunggu lebih lama? Sekarang aku harus (masih)  menunggu uang ganti rugi dari si teknisi. Sampai kapan? Kenapa toko itu malah membuka masalahnya kepada konsumen? Kenapa tidak mencoba menyembunyikannya? Aku bertanya-tanya tentang itu.

Sabtu, 04 Januari 2014

Alam, Jiwa yang Tulus

Alam diciptakan sebagai keindahan, pelengkap dunia.  Manusia diciptakan dengan akalnya, sebagai pemimpin dan pemelihara di bumi. Ketika alam dan manusia berjalan seirama, di sana lah akan tercipta keseimbangan, terjaga. Namun, apa jadinya jika dunia tercipta berat sebelah?  Keadaan mungkin saja bertambah buruk.
Indonesia adalah negara yang indah, gemah ripah loh jinawi. Kenapa tetap saja sumber daya manusianya kurang ? Kriminal meraja lela, mengendap dalam barisan penuh manusianya?  Sadarkah bahwa kita merasa diri paling membutuhkan?  Padahal masih banyak yang kekurangan.  Merasa diri paling menderita, padahal masih banyak kelaparan. Merasa paling benar, padahal masih banyak keburukan. Jika egoisme tetap bertahan, maka taka akan ada perubahan berarti.
Sejak kecil, pasti anak diajarkan tentang arti sebuah pengorbanan. Tentang arti kejujuran, ketulusan, kebahagiaan. ketika dewasa, dihadapkan pada kenyataan bahwa itu semua hanya pelajaran anak sekolah yang tak perlu dilakukan.  Benar kah?  Tentu tidak. Pelajaran itulah yang benar. Hanya saja sikap orang dewasa yang mau tidak mau harus egois, membuat pilihan itu seperti tidak ada.
Saat masih kecil, sempat terpikir untuk tidak menjadi orang dewasa. Alasannya, orang dewasa itu ribet sekali. Mereka tidak memiliki jiwa dan pikiran se - simple anak kecik.  Tentu saja!  Siapa yang akan rela mengorbankan dirinya sendiri demi orang lain, memberikan pengorbanan tulus untuk perubahan yang lebih baik, rela menderita supaya saudaranya merasakan setidaknya secuik bahagia, kecuali orang - orang dengan jiwa tanpa pamrih, tidak berkepentingan mengambil keuntungan dunia, tulus, dan berjiwa besar. Berjibun manusia yang memadati dunia, entah berapa dari jutaan nyawa yang memilikinya. 
Belum terlambat untuk memulainya, perubahan dari diri sendiri yang justru lebih berat daripada merubah orang lain. Bahkan lebih berat dari merubah dunia. Karena perubahan terkadang dimulai dari hal kecil, dengan ketulusan, kesungguhan. Berubah untuk yang kebih baik, tidak ada batasan untuk memulai hal baik, tidak ada batasan untuk melakukan perubahan, selama perubahan itu memberikan manfaat bagi diri juga sekitar.
(By:  She Rye D., Malang, 04-01-2014)

My Story: Sabar Itu Berbatas 'kah?

Tiga tahun yang lalu, aku tak pernah terpikir bahwa hadiah itu akan diberikan oleh orang tuaku. Semua orang tahu bahwa sekarang ini jaman ca...